J U J U R
Jujur artinya keselarasan antara yang terucap dengan
kenyataannya. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka
dikatakan benar/jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta. Kejujuran itu
ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan
suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya. Seorang yang
berbuat riya’ tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia telah
menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia sembunyikan (di dalam
batinnya). Demikian juga seorang munafik tidaklah dikatakan sebagai seorang
yang jujur karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang bertauhid,
padahal sebaliknya. Hal yang sama berlaku juga pada pelaku bid’ah; secara
lahiriah tampak sebagai seorang pengikut Nabi, tetapi hakikatnya dia
menyelisihi beliau. Yang jelas, kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman,
sedangkan lawannya, dusta, merupakan sifat orang yang munafik.
“Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran
itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang
yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi
Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena
kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka.
Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis
di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR al-Bukhari dan Muslim, teks hadis
mengikuti versi Muslim)
Macam-Macam Kejujuran
Jujur dalam niat dan kehendak. Ini kembali kepada
keikhlasan. Kalau suatu amal tercampuri dengan kepentingan dunia, maka akan
merusakkan kejujuran niat, dan pelakunya bisa dikatakan sebagai pendusta,
sebagaimana kisah tiga orang yang dihadapkan kepada Allah, yaitu seorang
mujahid, seorang qari’, dan seorang dermawan. Allah menilai ketiganya telah
berdusta, bukan pada perbuatan mereka tetapi pada niat dan maksud mereka.
Jujur dalam ucapan. Wajib bagi seorang hamba menjaga
lisannya, tidak berkata kecuali dengan benar dan jujur. Benar/jujur dalam
ucapan merupakan jenis kejujuran yang paling tampak dan terang di antara
macam-macam kejujuran.
Jujur dalam tekad dan memenuhi janji. Contohnya seperti
ucapan seseorang, “Jikalau Allah memberikan kepadaku harta, aku akan
membelanjakan semuanya di jalan Allah.” Maka yang seperti ini adalah tekad.
Terkadang benar, tetapi adakalanya juga ragu-ragu atau dusta. Hal ini
sebagaimana firman Allah:
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang
menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada
yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka
sedikit pun tidak merubah (janjinya).” (Q.S. al-Ahzab:23)
Dalam ayat yang lain, Allah berfirman, “Dan di antara mereka
ada orang yang telah berikrar kepada Allah, ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan
sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah
kami termasuk orang-orang yang saleh.’ Maka, setelah Allah memberikan kepada
mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan
berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi
(kebenaran).” (Q.S. at-Taubah:75-76)
Jujur dalam perbuatan, yaitu seimbang antara lahiriah dan
batin, hingga tidaklah berbeda antara amal lahir dengan amal batin, sebagaimana
dikatakan oleh Mutharrif, “Jika sama antara batin seorang hamba dengan
lahiriahnya, maka Allah akan berfirman, ‘Inilah hambaku yang benar/jujur’”.
Jujur dalam kedudukan agama. Ini adalah kedudukan yang
paling tinggi, sebagaimana jujur dalam rasa takut dan pengharapan, dalam rasa
cinta dan tawakkal. Perkara-perkara ini mempunyai landasan yang kuat, dan akan
tampak kalau dipahami hakikat dan tujuannya. Kalau seseorang menjadi sempurna
dengan kejujurannya maka akan dikatakan orang ini adalah benar dan jujur,
sebagaimana firman Allah,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan
mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah
orang-orang yang benar.” (Q.S. al-Hujurat:15)
Realisasi perkara-perkara ini membutuhkan kerja keras. Tidak
mungkin seseorang manggapai kedudukan ini hingga dia memahami hakikatnya secara
sempurna. Setiap kedudukan (kondisi) mempunyai keadaannya sendiri-sendiri. Ada
kalanya lemah, ada kalanya pula menjadi kuat. Pada waktu kuat, maka dikatakan
sebagai seorang yang jujur. Dan jujur pada setiap kedudukan (kondisi) sangatlah
berat. Terkadang pada kondisi tertentu dia jujur, tetapi di tempat lainnya
sebaliknya. Salah satu tanda kejujuran adalah menyembunyikan ketaatan dan
kesusahan, dan tidak senang orang lain mengetahuinya
http://hilmanmuchsin.blogspot.com/2010/06/kejujuran-membawa-keselamatan.html
<< Beranda